Perjanjian Pranikah, Perlu atau Enggak, Sih?

  

Perjanjian pranikah

Ada obrolan menarik di grup tele yang mancing aku buat nulis tentang perjanjian pranikah. Jujur, dulu banget sebelum ketemu sama suamiku, pernah kepikiran juga buat bikin perjanjian sebelum menikah. Tujuannya buat berjaga-jaga kalo ada hal-hal yang nggak diinginkan terjadi selama pernikahan. Tapi pas ketemu sama suami kok nggak kepikiran sama sekali buat bikin perjanjian gini. Mungkin karena udah bertambah dewasa ya pemikiranku. 

Apa sih Perjanjian Pranikah Itu?

Banyak pasangan yang sebelum menikah berdiskusi dan akhirnya bikinlah perjanjian pra-nikah. Alasannya berbagai macam. Intinya sih mereka nggak mau rugi jika pernikahan berhenti di tengah jalan. 

Tapi aku pikir nih, pasangan yang membuat perjanjian pranikah itu rata-rata memiliki usaha masing-masing. Jadi kalo misalnya rumah tangga mereka bermasalah, dan harus bercerai. Maka nggak akan ribet kalo mau ngurus harta gono-gini. Dan harta bawaan mereka sebelum menikah tetap aman. 

Menurut Wikipedia, perjanjian pranikah itu adalah suatu kontrak yang dilakukan sebelum perkawinan, kesepakatan yang disetujui oleh orang yang akan melangsungkan pernikahan. 

Dan ternyata hal ini udah diatur dalam UU Perkawinan Pasal 29 ayat 1. Di mana perjanjian pranikah ditulis sebelum pernikahan dan nantinya perjanjian ini akan disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. 

Penting nggak sih bikin perjanjian pranikah? 

Hmm, jawabannya penting nggak penting sih! Kalo kamu sebelum nikah udah memiliki harta atau perusahaan yang nilainya udah gede, perjanjian pranikah ini penting banget. Jangan sampai ketipu sama pasangan yang ternyata cuma mengincar hartamu aja. 

Udah disakitin eh dibawa kabur juga hartanya. Wah, sakitnya tuh di sini... 

Tapi di Kristen kan nggak boleh cerai? 

Betul. Oleh sebab itu, sebagai orang Kristen, kudu hati-hati banget kalo mau memilih pasangan. Jangan cuma liat luarnya aja. Penampilan oke, wajah ganteng/cantik, kerjaannya oke, tapi perilakunya minus, ya, bye-bye. 

Dulu sebelum pacaran sama suamiku sekarang, aku punya cita-cita buat langsung nikah aja nggak usah pacaran. Eh, ketemu suami (saat sebelum menikah) kok kayaknya banyak yang harus dipertimbangkan ya? 

Mau dilamar aja, mikirnya udah bolak-balik, diputar-putar dulu. Diulur-ulur sampai setahunan. Baru berani menikah setelah pacaran hampir 2 tahun. 

Pernikahan

Apakah kami membuat perjanjian pranikah? Tidak! 

Nggak kepikiran aja sih. Lagian kami sama-sama nggak punya harta, atau aset. Buat apa ya. Satu-satunya perjanjian yang kita ikat adalah janji di hadapan Tuhan untuk saling mengasihi, menerima satu sama lain baik dalam suka maupun duka. Perjanjian ini hanya akan berakhir jika maut yang memisahkan kami. 

Pokoknya kami imani bahwa pernikahan ini bukan untuk sementara tapi sampai selamanya. Apapun yang terjadi nanti kita hadapi sama-sama dan biarkan Tuhan yang tuntun kita dalam mengarungi kehidupan berumah tangga.

Kalo nggak cocok gimana? Setelah menikah biasanya semua kebiasaan buruk dari pasangan keluar semua. 

Bener banget. Aku nih, yang baru tahu setelah menikah, suamiku kalo mandi pagi lama banget. Kudu sejam.. Nggak bisa kurang. 

Jika udah batuk pilek, sembuhnya lama. Dan suaranya keras banget. Dan ngabisin tisu sekotak. Dulu di awal nikah, suamiku batuk sebulanan lebih dan nggak sembuh-sembuh, huhu. Padahal aku paling sebel sama orang yang batuknya itu lebay. Tapi ya, gimana lagi. 

Di sini tantangan pernikahan dimulai. Aku seakan diberi ujian sama Tuhan. Sebel sama orang yang kalo batuk parah, diberi suami yang kalo batuk, sembuhnya lama dan parah. 

Intinya aku merasa disemprit sama Tuhan, biar nggak mudah merasa sebel atau benci sama orang lain. Nggak ada manusia yang sempurna. Aku juga tidak. 

Lalu apakah aku bersikap jijik sama suamiku? Enggak sih. Herannya aku justru berusaha ngasih perhatian buat dia. Support dia. Dan bersyukur, suamiku yang dari dulu kalo batuk bisa sampai bulanan, sekarang paling cuma semingguan aja. Itu paling lama ya. 

Karena setelah nikah, suami aku menemukan cara gimana biar kalo batuk nggak sampai parah. Hanya dengan tidur dan minum vitamin C. 

Waaa, kok nggak dari dulu-dulu ketemu idenya? 

Nggak tahu ya. Menurutku ini semacam berkat pernikahan. Berdua lebih baik dari seorang diri. Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, (Pengkotbah 4: 9a,10a).

Pernikahan juga bikin aku banyak sekali belajar tentang kerendahan hati, menurunkan ego, menahan amarah dan memaklumi kekurangan pasangan juga memaafkan kekurangan diri sendiri. 

Jadi Perlu Nggak Nih, Bikin Perjanjian Pranikah? 

Perlu, nggak perlu ya. Tergantung sama kesepakatan kedua belah pihak. Komitmen dalam menikahnya, gimana? Jangan sampai ada yang merasa dirugikan atau menderita karena pernikahan. 

Nggak mau dong, karena menikah dengan pasangan yang salah, usaha jadi bangkrut gara-gara harus bayarin utang. Jadi, masalah keuangan juga harus terbuka. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

20 Tips Menghemat Uang dalam Rumah Tangga

Cara Hemat Listrik di Rumah dan Manfaatnya

Jogja Darurat Sampah, Saatnya Kurangi Potensi Sampah