Hari yang Tak Terlupakan

 

Hari yang tak terlupakan

Hari itu, aku takkan pernah lupa. Hari di mana aku bertemu sama anak yang selama 39 minggu ada di rahimku. Bayi yang setiap hari aku ajak bicara, aku gendong di perut ke mana-mana. Yang setia menanti harinya tiba. Hari kelahirannya. 

Kebayang nggak sih, jika deg-degannya itu dobel lebih dari waktu mau dilamar suami. Ini rasanya mau ketemu anak dalam kandungan apa mau bertarung sih? Pikiranku waktu itu. 

Bener banget kata orang. Kalo melahirkan itu pertaruhan hidup dan mati. Apa pun caranya, baik lahir secara spontan atau operasi. 

Pertama Kalinya Masuk Dirawat Jadi Pasien

Bagiku, keluar masuk rumah sakit sudah biasa. Jenguk orang sakit atau nungguin di rumah sakit sudah sering. Tapi hari itu aku yang jadi pasiennya. Wuah, rasanya luar biasa. Bersyukur semua perawat dan dokter di Siloam baik semua. Jadi sedikit bikin lega. 

Para perawat juga berusaha bikin aku merasa santai. Operasi kali ini memang dadakan karena ada pendarahan yang cukup lumayan. Jujur, aku takut kalo debay bakalan kenapa-napa. 

Kami tiba di IGD jam setengah 11 malam. Aku dicek sama dokter jaga dan bidan jaga. Belum kepikiran bakal lahiran. Aku berharap pengen kontrol satu kali lagi di hari Rabu sesuai jadwal rutin. 

Ternyata pendarahan belum berhenti sampai jam 2 pagi. Dokter Estya langsung mengambil keputusan operasi caesar jam 4. Aku langsung pasrah. Untung semua perlengkapan udah dibawa, jadi ngga bolak-balik lagi. 

Campur Tangan Tuhan 

Ajaib, ajaib Tuhan. Benar-benar campur tangan Tuhan aku rasakan. Gimana enggak? 

Manusia boleh berencana tapi Tuhanlah yang menentukan jalannya. Kalo menurut keinginan oma atau papa (suami) sih, pengennya lahir di tanggal cantik 14 Februari atau kalo enggak tanggal 20. Biar gampang ingetnya. 

Namun, ternyata tanggal 7 si debay keluar lewat persalinan SC. Ya sudah. Berarti debay nggak mau nunggu oma-nya datang. Dia pengen jadi anak yang mandiri kan. 

Dan Tuhan tahu bahwa aku suka angka 7, nah, ya pas banget lah. Terima kasih Tuhan. Ini ajaibnya, ajaibnya Tuhan. 

Bukan suatu kebetulan juga, jika hari Sabtunya kami baru minta rujukan dan Minggunya kepakai. Puji Tuhan biaya rumah sakit semua ditanggung BPJS. 

Sebelumnya, faskes pertama udah nolak bikin rujukan buat lahiran ke rumah sakit, maunya ke Puskesmas atau klinik bersalin yang melayani persalinan normal. Cuma akunya yang nggak mau jika lahiran di bidan, pengennya dokter. Bukan apa-apa sih. Aku hanya ingat umurku nggak lagi muda buat melahirkan. Apalagi aku nggak tahan sakit, takutnya nggak kuat ngeden atau pingsan waktu kontraksi. 

Terharu Saat Dengar Debay Nangis 

Nggak bisa digambarkan gimana rasa bahagianya waktu itu. Aku yang deg-degan jadi merasa lega saat dengar tangis pertamanya yang kencang. 

Oo, seperti ini toh rasanya jadi ibu. Nggak tahu gimana, pengennya aku dekat terus sama debay. Maunya melindungi tapi sadar, bahwa aku terbatas. Biarin tangan Tuhan yang bekerja memelihara hidupnya. Aku hanya sebagai pesuruhnya Tuhan untuk mendidik dan merawat anak ini. 

Sempat khawatir juga, karena saat Rafa di rumah sakit nangisnya tuh, nggak kayak bayi lainnya. Tapi perawat bilang, kalo karakter bayinya memang anteng. Nggak gampang nangis. 

Di rumah, sempat ngira bahwa dia pilek,  karena kalo nangis suaranya hilang. Dan napasnya grok-grok. Ternyata saat dicek di Puskesmas, kata bidannya karena minum air ketuban tapi nggak papa. Nantinya akan hilang setelah rajin jemur. 

Dan benar kira-kira sebulan kurang, napasnya udah biasa lagi. Cuma dia masih jarang nangis kecuali kalo minta nenen. 

Nyerinya Ditusuk Jarum Infus

Di infus

Kalo ditanya apa kamu mau hamil lagi dan melahirkan? Jawabannya, enggak mau. Pertimbanganku ada di usia dan biaya membesarkan anak itu besar. 

Dan aku nggak mau ngulangin operasi lagi. Semoga ini terakhir kalinya aku ngerasain gimana perutku dibelah dan nggak mau dipakein jarum infus lagi, hu, hu, hu. Kapok. 

Aku nyaris nggak mau gerakin tangan setelah diinfus. Ngeri. Bayangin jarumnya itu cukup gede. Dan kalo lagi disuntikin obat ke selangnya itu kerasa nyerinya. Jadi cukup sekali aja deh, dirawat di rumah sakit dan diinfus. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

20 Tips Menghemat Uang dalam Rumah Tangga

Cara Hemat Listrik di Rumah dan Manfaatnya

Jogja Darurat Sampah, Saatnya Kurangi Potensi Sampah